Aku Odapus ~ part 2

Hari itu aku memaksa kakiku bergerak meskipun terasa amat sakit. Keinginan buang air kecil tak bisa ditahan lebih lama lagi. Aku dan suami yang sama-sama belum tahu kondisi itu, hanya bisa mentertawai keanehanku berjalan. Menjelang siang rasa sakit itu perlahan berkurang dan hari itu aku habiskan untuk berisitirahat di rumah.

Mama mertuaku kemudian datang sambil membawa makan siang dan susu sapi murni. Aku bercerita sedikit kejadian semalam. Mama bergantian bercerita kejadian hari ini di rumah tentang yayi (nenek) dan adik-adik iparku.

"Mba, kakinya pernah jatuh atau kecelakaan gak?," tanya mama mertuaku. Aku menggeleng yakin, karena seingatku memang tidak pernah mengalami kecelakaan.

"Saran mama, coba ke dokter tulang. Takutnya ada apa-apa sama tulangnya," lanjutnya. Aku hanya mengangguk sambil mempertimbangkan.

"Iya ma, nanti deh saya coba," jawabku kemudian. Tak lama mama bercerita lagi kemudian pamit pulang.

Sore hari aku sudah bisa beraktifitas normal kembali. Hanya saja aku merasakan kakiku sedikit membengkak di bagian pergelangan kaki. Tidak nyeri kalau berjalan, tapi aku tak bisa berdiri terlalu lama. Tak sanggup kakiku menahan beban tubuh yang sebenarnya sering kali dibilang terlalu kurus. 

Berhari-hari aku manjalani aktifitas dengan kaki yang tak kunjung membaik. Akhirnya aku coba ikuti saran mama mertuaku. Aku mendaftar ke dokter orthopedi di sebuah rumah sakit umum dekat rumah. Suasana di dalam rumah sakit cukup ramai lalu lalang pasien dan perawat yang entah hendak kemana. Kursi tunggu yang tersedia cukup banyak dan masih banyak yang kosong.

Tak lama menunggu, nama pasien mulai dipanggil dan memasuki ruangan dokter hingga sampai pada nomor urutan antrianku. Pertanyaan pertama saat ku masuk ruangan adalah yang mana dokternya? Meja dokternya memang jelas terlihat yang berada di sebelah kiri ruangan, tapi orang yang duduk di kursi belakang meja dokter tidak meyakinkan sebagai dokter.

Laki-laki hampir paruh baya tidak memakai jas putih khas dokter berada di kursi itu. Kacamata terpasang di atas hidung yang agak turun layaknya orang tua menggunakan kacamata. Mengenakan pakaian kemeja berwarna soft denim. Terlihat agak seram dan yang membuatku ragu adalah di saku kanannya tergantung rantai kecil yang entah apa fungsinya. Dokter itu duduk bersandar.

"Keluhannya apa mba?" tanya dokter sambil melirik lewat celah di atas kacamata.

Aku menjelaskan semua keluhan yang sudah aku alami selama ini. Kemudian dokter hanya menyuruhku coba berjongkok lalu menulis nama obat diatas kertas resep.

"Obatnya coba diminum rutin dulu, kalau tidak ada perbaikan konsul lagi ya," jelas dokter sambil menyerahkan resep.

Loh? Begitu saja? Aku yang kebingungan hanya menatap kertas resep sembari berjalan keluar. Tak sempat terpikir untuk merangkai pertanyaan, aku langsung menuju loket apotek. Ah sudahlah, coba kujalani dulu saran dokter tadi.

Setelah satu bulan berlalu, kakiku tak kunjung membaik juga. Selama itu pula aku harus memaksa kakiku yang bengkak terus menopang beban tubuh. Aku kembali ke dokter orthopedi waktu itu. Aku benar-benar jengkel kali ini. Lagi-lagi aku hanya disuruh berjongkok dan langsung diberi resep tanpa penjelasan tentang kondisiku. 

Aku pulang dengan rasa kecewa karena aku harus bersabar selama satu bulan lagi dengan kaki yang bengkak. 

to be continued ~

tachi

Salah satu Odapus yang berprofesi sebagai apoteker

No comments:

link